Kamis, 15 Desember 2011

Berdayakan Tetangga dengan Sulam Pita

Dia ingin mematenkan merek Sayang, bagi dia izinnya sangat mahal Mencapai omzet sebulan.

Niatnya memberdayakan perempuan di lingkungannya, membuat Siti Faizah (48) berusaha mengembangkan apa yang bisa dikerjakan membantu ekonomi keluarga lingkungannya. Usaha sulam pita yang ia rintis bisa memberikan manfaat kepada masyarakat sekitar.

Tetangga yang sering berkumpul mengeluhkan pekerjaan suami yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, menyadarkan ibu empat orang anak ini untuk berbuat sesuatu. Faizah yang memiliki keahlian menjahit lalu berpikir membantu rekannya agar mengisi waktu dengan kegiatan berguna. Dia lalu mengikuti kursus sulam pita pada pertengahan 2003.

Berbekal kursus dan Rp 5 juta, istri Nurprayitno ini membeli mesin dan bahan-bahan sulam pita. Meski mahir dalam menjahit, ia awam dengan sulam pita. Wajar, jika hasil karya yang tawarkan ke toko-toko pakaian di Surabaya ditolak. "Kurang bagus dan tidak sesuai tren," kata Faizah menirukan alasan pemilik toko.

Perempuan yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah ini tak kurang akal. Faizah lalu melihat contoh barang yang sedang digemari di Jakarta dan memodifikasi sedikit. Usahanya membuahkan hasil. Pesanan mengalir dan membesar dari toko-toko di sekitar pasar. Selain hasilnya bagus, harga yang Faizah tawarkan jauh lebih miring.

Pada bulan-bulan awal usahanya, ia sanggup mengerjakan sendiri. Perlahan tetangga-tetangga di sekitar rumah ikut membantu dengan harga borongan. Empat tahun lebih membangun usaha, Faizah memiliki empat orang karyawan tetap dan sekitar 30 karyawan harian tergantung pemesanan.

Perputaran usahanya terus meningkat dari hanya Rp 5 juta per bulan, menjadi Rp 10 juta per bulan. Dia terus mencari ide dan model baru agar produk sulam pitanya semakin beragam. Kerudung, kemeja, dan perlengkapan rumah tangga ia percantik dengan sulaman pita.

Perempuan yang sehari-hari berkerudung itu kerap melihat model terbaru agar tak ketinggalan. Dalam sebulan, bersama komunitas sekitarnya, Faizah mencipta sekitar 10 kodi produk sulam pita buatan tangan. Pesanan akan lebih besar menjelang hari-hari tertentu, seperti Ramadhan dan Lebaran.

Mengejar keuntungan bukan segalanya bagi Faizah. Dia tak segan menerima keuntungan tipis agar tetangganya bisa memperoleh tambahan sekadar pembeli keperluan pribadi atau untuk sekolah anak-anak. Semakin mahalnya harga bahan dan mesin untuk menambah kapasitas produksinya membuatnya cukup khawatir tidak dapat menolong tetangga yang terkena pemutusan hubungan kerja. "Saya sering khawatir kalau tak dapat pesanan bagaimana dengan tetangga lain," ujarnya.

Faizah bertekad memiliki merek dan memiliki satu toko untuk menjual hasil produksinya. Faizah mengatakan kendala utamanya mahalnya proses pengajuan izin merek. Dia mengatakan, sempat mengurus ke Dinas Perindustrian setempat, harganya Rp 5 juta. "Kami belum mampu, masih setara dengan omzet sebulan."

Dia mengaku ingin memiliki toko sendiri. Sebab, bergantung pada pesanan seringkali tak kuasa menentukan harga. "Pemesan seringkali terlalu murah dan untung kami sedikit," katanya. "Padahal ini buatan tangan." 

Sumber : VIVAnews

0 komentar:

Posting Komentar