23.22
Cafe Entrepreneur
Anda pasti paham betul dengan hewan yang satu ini.
Bahkan sebagian dari anda pasti geli, jijik, takut, atau bahkan phobia sehingga tak sungkan untuk berteriak kaget, bahkan mengumpat-umpat bila secara tidak sengaja bersentuhan dengan “kaum cacing” dan sebangsanya.
Tentu saja saya tidak akan membahas cacing dalam tataran ilmu biologi kehewanan, karena saya terus terang bukan guru biologi atau dalam konteks yang lebih berbau science, sekalipun dulu saya sempat menikmati bangku kuliah di fakultas peternakan Unibraw Malang, ha..ha..ha..
Disini saya ingin bercerita tentang sisi bisnis dari salah satu keluarga cacing, yang umumnya dipakai oleh orang-orang yang bergelut dengan dunia budidaya ikan.
Jika anda termasuk penggemar ikan hias atau pembibit lele, anda pasti paham betul dengan jenis cacing ini.
Ya, anda benar sekali. Cacing sutra alias cacing merah.
Begini ceritanya :
Hampir setiap malam, saya melihat 2 - 3 mobil pickup chevrolet membawa muatan berisi nampan-nampan plastik berisi air dan daun-daun semacam kangkung, ditata pada wadah dari susunan bilah bambu yang ditumpuk rapi, kemudian diikat tali karet ban supaya tidak tumpah saat perjalanan.
Semula saya kira mereka sedang mengangkut bibit tanaman sayur untuk dibawa ke daerah pegunungan, yang jalurnya memang melewati depan rumah yang saya tempati. Berbulan-bulan, saya cuek aja dengan pemandangan itu. Terlebih kalo melihat mobil yang dipakai tergolong mobil butut, yang biasanya dipakai untuk mengangkut hasil kebun,…he..he..
Hingga beberapa hari yang lalu, saat saya baru aja menjemput istri saya dari tempat kerjanya, ada satu mobil chevrolet yang parkir tepat didepan pintu pagar rumah. Untung saja masih ada sedikit ruang bebas untuk memasukkan motor ke garasi.
Sambil basa-basi, saya bertanya pada sopir yang duduk sambil merokok didepan kemudi: “Lagi nunggu teman ya pak?”
Jawab dia : “Nggih mas” (Nggih = Iya dlm bahasa Jawa Halus)
“Bawa bibit apa pak”, tanya saya
“Bukan bibit, tapi cacing”, jawabnya
Busyettt!, dalam hatiku. Jadi anggapanku selama ini adalah salah total !
“Cacing apa pak?”
“Cacing merah, itu yang biasa buat pakan ikan “
“Buat pakan bibit lele atau ikan hias”, tambahnya lagi.
Dasar kepingin tahu, langsung aja aku cecar dengan pertanyaan-pertanyaan lagi.
“Oooo, terus ambilnya dari mana pak ?” tanyaku
“Dari pengepul di Surabaya”
“Dikirim kemana ?”
“Ini lagi ngirim ke Kediri, kapan hari kemarin kirim ke Tulungagung”
“Tiap hari pak ?”
“Nggih mas, rata-rata 2 mobil perhari”
“Satu mobil isi berapa kilo pak ?”
“Bukan satuan kilo mas, tapi pake nampan plastik berisi cacing ukuran 1 kaleng susu krim”
“Ooo, begitu ya”
“Satu mobil isi 750 nampan “
“Sekaleng berapa belinya ?”
“Di pengepul harganya seribu rupiah”
“Terus disana dijual berapa ?”
“Di level agen dihargai seribu enam ratus, terus sama agen dijual dua ribu ke pengecer”
“Wah, kalo gitu lumayan juga bisnis cacing ya?”
“Alhamdulillah mas, ini udah jalan 15 tahun lebih”
“Apalagi waktu kemarin pas rame-ramenya bisnis ikan Lou Han”, tambahnya lagi.
“Pak, emang di Kediri tidak ada cacing merah, kok sampe kirimnya dari Surabaya ?”
“Ada sih, tapi tidak sebanyak di Surabaya. Disana kan banyak got dan saluran limbah dari pemukiman dan pabrik”
“Ooo, begitu ya”
“Emang tidak bisa diternakkan di Kediri ?”
“Waah, kayaknya belum bisa…”
“Kalau di Surabaya kan tinggal ambil dari sungai”, tambahnya
Tak lama kemudian datanglah mobil temannya. Sama-sama butut, dan membawa muatan serupa.
“Sampun mas, saya berangkat dulu” katanya, sambil menghidupkan mesin mobil.
“Monggo-monggo” kata saya. (Monggo = Silahkan dlm bahasa Jawa)
Wah, benar-benar gak nyangka deh kalo cacing aja bisa dibuat jadi bisnis yang menjanjikan.
Coba kita hitung secara kasar :
Anggap saja sebulan 25 kali pengiriman.
Modal beli cacing ke pengepul mobil = 750 kaleng @ Rp.1000,- = Rp.750.000.,-
Harga jual ke agen = Rp.1600,- x 750 = Rp.1.200.000,-
Jadi keuntungan kotor dalam sebulan = 25 x (Rp.1.200.000 - Rp.750.000) = Rp.11.250.000,-
Ini masih harus dikurangi dengan biaya-biaya tiap pengiriman sebagai berikut :
Biaya pengiriman Solar +/- 30 liter@ Rp.4.300,- = Rp.129.000,-
Uang makan buat sopir + kenek, anggap aja = Rp.30.000,-
Maka biaya kirim sebulan = 25 x (129.000 + 30.000) = 3.975.000
Gaji Sopir + Kenek = Rp. 2.000.000,- / bulan
Biaya perawatan mobil sebulan diasumsikan Rp.750.000,-
Total biaya sebulan = Rp.6.725.000,-
So, masih ada keuntungan bersih = Rp. 4.525.000,-
Itu kalo kirimnya 1 mobil, bayangkan aja kalo 2 atau 3 mobil,..
So, bagaimana menurut anda ? Mungkin Gak Sih ?
Sumber : http://jadilah-wirausahawan.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar